Massa Geruduk DPRD Prov Kalsel Terkait Permintaan di Bukanya Police Line di Houling KM 101 Tapin

Print Friendly, PDF & Email

Suarakalimantan.com, Banjarmasin – Bertempat di Pusat Kota, Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, massa yang tergabung dalam Aspirasi Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parlemen (KPK-APP), Asosiasi Angkutan batubara, Asosiasi tongkang, dan Forum LSM HSS geruduk Gedung DPRD Provinsi Kalsel untuk menuntut agar police line di Hauling Underpass  KM 101 Tapin segera di buka, Rabu (22/12/2021) sekitar pukul 11.00 Wita.

Di sela-sela aksi M. Yusuf selaku Forum LSM Kabupaten Hulu Sungai Selatan mengatakan kepada awak media,”kami merasa tergugah untuk turun ke Banjarmasin untuk aksi damai tersebut, karna menyangkut hajat masyarakat banyak mengenai piring nasi para tambang yang ada di Tapin,” ujar M. Yusuf .

Diwaktu yang sama Aliyansyah mengatakan,” kita meminta petinggi kepolisian di Banua agar bijaksana karena menyakut hajat hidup rakyat yang membutuhkan dan mencari nafkah untuk keluarganya”

Kepada pihak Kepolisian agar mencarikan solusi dan jangan di biarkan berlarut-larut permasalahan ini dan kami meminta pihak yang berwenang memangil dua petinggi Perusahan agar duduk bersama, menyelesaikan kasus,” harap Aliansyah.

Baca Juga:  Sebelum Daftar KPU,Cuncung Minta Do'a Restu Orang Tua

Dari beberapa LSM  yang melakukan aksi  damai tersebut murni dari hati nurani tidak ada bersakutan dari dua Perusahan yang bersengketa yaitu PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT).

Kronologi Kasus PT Antang Gunung Meratus (AGM) vs PT Tapin Coal Terminal (TCT)

Pada tahun 2010, di jalan hauling KM 101 Tapin terdapat rencana untuk membangun underpass. Underpass tersebut akan dibangun secara bersama-sama antara PT AGM dan PT BMSS dengan PT Anugerah Tapin Persada (PT ATP) yang juga memiliki izin jalan khusus tambang dan Pelabuhan khusus. Sesaat belum selesai dibangun, PT ATP jatuh dalam kondisi pailit. Kemudian Tim Kurator PT ATP (dalam pailit) yang ditunjuk pengadilan, mendapatkan izin dari pengadilan untuk menandatangani Perjanjian 2010 dengan PT AGM dan PT BMSS, agar proyek jalan khusus tambang dan Pelabuhan khusus PT ATP (dalam pailit) dapat terus berlanjut.

Dapat juga disampaikan bahwa Perjanjian 2010 lahir dari iktikad baik PT AGM untuk bersama-sama menjalankan bisnis secara berdampingan.

Inti dari kesepakatan itu adalah tukar pakai tanah antara PT AGM dan PT ATP, yang di mana PT ATP berhak untuk menggunakan tanah PT AGM seluas 1824 m2 di sebelah timur underpass KM 101 untuk jalan hauling ATP. Kemudian, PT AGM berhak memakai tanah PT ATP di sebelah barat underpass KM 101 untuk jalan hauling PT AGM.

Baca Juga:  Rakortas Kerjasama Stakeholder Dalam Penanggulangan Bencana di Kabupaten Balangan

Dalam perjanjian 2010 juga terdapat sejumlah poin kesepakatan yang mengikat kedua perusahaan, yaitu, pertama, Perjanjian berlaku sepanjang tanah tukar pakai masih digunakan untuk jalan hauling.

Kedua, Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Ketiga, Perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.

Ketika proyek jalan khusus tambang dan Pelabuhan PT ATP beralih kepada PT TCT, Perjanjian 2010 tetap dilaksanakan baik oleh PT AGM maupun PT TCT selama sepuluh tahun sejak sekitar 2011.

Sebelumnya kasus ini sudah pernah di gelar di Pengadilan Negeri Tapin. Sidang perdana gugatan PT Antang Gunung Meratus (AGM) terhadap PT Tapin Coal Terminal (TCT), Rabu (8/12/2021).

Gugatan ini terkait sengketa penggunaan jalan khusus tambang di KM 101 Tapin berdasarkan Perjanjian Penggunaan Tanah yang ditandatangani pada 11 Maret 2010 atau dikenal sebagai Perjanjian 2010.

Sesuai Perjanjian 2010, para pemilik jalan khusus tambang di KM 101 Tapin, seharusnya bisa saling pakai tanah pihak lainnya agar jalan khusus tambang masing-masing pihak bisa digunakan. Sengketa muncul ketika PT TCT tidak mau mengakui Perjanjian 2010.

Baca Juga:  Tak Hanya Orang Tua, Anak anak senang Bermain di Pos Kamling

Dalam siaran pers resmi PT AGM yang diterim,  gugatan ini dilakukan oleh PT AGM sebagai upaya hukum untuk memastikan bahwa kedua perusahaan masih terikat dengan perjanjian 2010.

Penasehat Hukum PT AGM, Harry Ponto, bilang bahwa pihaknya menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, PT AGM menegaskan Perjanjian 2010 dinyatakan sah dan tetap berlaku.

Kedua, Perjanjian 2010 mengikat PT TCT dan PT TCT harus tunduk pada Perjanjian 2010.

Ketiga, baik PT AGM maupun PT TCT berhak menggunakan tanah obyek perjanjian yang merupakan bagian dari jalan hauling dan underpass, sesuai perizinan yang ada. (Faisal)





Tinggalkan Balasan

Scroll to Top