Pengusaha Batubara Sesalkan Penutupan Jalan Tambang

Print Friendly, PDF & Email

SUAKA – BANJARMASIN. Pengusaha batubara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tergabung dalam Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimantan Selatan, keberatan atas penutupan paksa tiga jalan tambang di Kabupaten Tapin dan Barito Kuala. Pemerintah Kalimantan Selatan menutup tiga jalan tambang (hauling road) yang kedapatan memotong ruas jalan nasional pada Kamis pekan lalu, 26 Januari 2017.

Sekjen Aspektam Kalimantan Selatan, M. Solikin, protes atas penutupan jalan angkutan tambang. Seorang pemegang IUP atas nama PT Indomarta Multi Maining, Tigor Harahap, mengatakan, tindakan pemerintah itu memicu kerugian bisnis pertambangan berikut turunannya. Sejak dua tahun lalu, ia sudah mengeksploitasi batubara di atas lahan seluas 1.026 hektare di Kecamatan Cintapuri, Kabupaten Banjar.

“Pasti ada pendapatan yang hilang. Kami kan sudah kontrak jual beli batubara yang dikirim ke Jawa,” ujar Tigor ketika ditemui di Banjarmasin, Selasa (31/1/2017). Ia merugi setelah pemerintah menutup jalan tambang pengiriman batubara dari stock pile ke pelabuhan khusus di Kabupaten Barito Kuala. Walhasil, aktivitas muat batubara ke kapal tongkang mesti terhenti setelah truk-truk gagal melewati portal.

Baca Juga:  EMPAT DESA YANG ADA DI KECAMATAN SUNGAI DURIAN DIKUNJUNGI BUPATI KOTABARU

Adapun Sekretaris Jenderal Aspektam Kalimantan Selatan, Muhammad Solikin, menyatakan, pemasangan portal jalan tambang kontras dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelarangan Angkutan Bahan Tambang dan Perusahaan Sawit. Ia berasumsi, beleid itu jelas melarang angkutan tambang melintasi jalan provinsi dan jalan negara.

Persoalannya, kata Solikin, jalan tambang yang memotong ruas jalan penghubung Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tapin, itu masih berstatus jalan kabupaten.

“Tindakan penyetopan jalan khusus batubara itu ilegal atau tidak punya alasan hukum yang sah. Kami minta segera dibuka dalam waktu 3×24 jam,” kata Solikin sambil mengancam akan melaporkan ke pemerintah pusat bila portal tidak lekas dibuka sesuai tenggat.

Menurut dia, pemegang IUP pantas resah karena sudah meneken kontrak jual beli batubara. Selain itu, Solikin menegaskan, pemegang IUP juga terbebani pembayaran pajak dan sewa tambat tongkang di pelabuhan khusus. Itu sebabnya, ia menolak perlakuan pemerintah yang tiba-tiba menutup jalan tambang tanpa pemberitahuan.

“Kami dihadapkan pada situasi sulit. Saat kami mengisi tongkang, kontrak sudah ada, tiba-tiba distop yang membuat kami tidak bisa menjalankan kewajiban secara bisnis,” kata Solikin. Menurut dia, peristiwa ini mencoreng nama baik pebisnis karena aktivitas bisnis atas dasar kepercayaan.

Baca Juga:  DPN P3HI Segera Pleno Sikapi Sejumlah Anggota Pindah Ke Organisasi Lain

Selain itu, penutupan jalan tambang berpotensi merumahkan sedikitnya 5.000 karyawan yang terkait bisnis pengangkutan batubara dan turunannya. Berhentinya aktivitas pertambangan juga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan royalti akibat ketiadaan penjualan. “Pajak dari produksi, pengangkutan, dan penjualan batubara enggak ada,” paparnya.

Solikin mengingatkan, arogansi Pemprov Kalimantan Selatan mengganggu pasokan batubara ke sejumlah pembangkit listrik di Jawa. Ia mengklaim, pengiriman batubara lewat ketiga pelabuhan khusus itu cukup signifikan ke pembangkit di Jawa.

“Ruginya Rp 500 miliar per hari, dihitung dari bisnis pertambangan, angkutan, pelabuhan dan bisnis ikutan lain yang terhenti,” kata Solikin.

Dinas Perhubungan Kalimantan Selatan menutup paksa jalan tambang yang menghubungkan stock pile ke tiga pelabuhan khusus batubara di Kabupaten Tapin dan Kabupaten Barito Kuala sejak Kamis pekan lalu, 26 Januari 2017. Keputusan penutupan hauling road karena lalu lintas di ruas jalan itu semakin ramai dan membahayakan pengguna jalan umum.

Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Selatan, Rusdiansyah, mengaku, sudah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha pertambangan sebelum menutup jalan tambang. Menurut dia, ruas jalan Kabupaten Tapin– Kabupaten Barito Kuala sudah berstatus jalan nasional sejak 2014.

Baca Juga:  Perlu Disimak, Sholat Sunnah yang Pelakunya Diharamkan Masuk Neraka

“Mereka harus bikin jembatan atau under pass. Itu kan sudah jalan nasional, bukan jalan kabupaten lagi,” ujar Rusdiansyah.  Tapi, Solikin menyanggah pendapat Rusdiansyah. “Enggak efektif karena jalannya sepi,” demikian Solikin menimpali. (TIM)





Tinggalkan Balasan

Scroll to Top