Apa itu RESES Anggota DPR dan DPRD ?

Print Friendly, PDF & Email

Ditulis oleh : Aspihani Ideris 
Ketua Umum “Aliansi Jaringan Anak Kalimantan (AJAK)”

Dalam satu tahun sidang, waktu kerja DPR dibagi menjadi empat atau lima masa persidangan. Dimana setiap masa persidangan terdiri dari masa sidang dan masa reses. Dimasa reses ini para anggota DPR mendapatkan kesempatan pulang kampung sambil menyerap informasi dan aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “reses” berarti perhentian sidang (par-lemen); masa istirahat dari kegiatan bersidang. Kemudian Inseklopedi Nasional Indonesia menjelaskan bahwa “reses”, menurut pengertian aslinya adalah masa istirahat atau penghentian suatu sidang pengadilan atau sidang lembaga perwakilan rakyat dan badan sejenisnya. 

Masa reses adalah masa kegiatan DPRD di luar kegiatan masa sidang dan di luar gedung. Masa reses mengikuti masa persidangan, yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun atau 14 kali reses dalam periode 5 tahun masa jabatan DPRD.

Sementara masa reses merupakan masa dimana para Anggota Dewan bekerja di luar gedung DPR, menjumpai konstituen di daerah pemilihannya (Dapil) masing-masing. Pelaksanaan tugas Anggota Dewan di dapil dalam rangka menjaring, menampung aspirasi konstituen serta melaksanakan fungsi pengawasan dikenal dengan kunjungan kerja. Kunjungan kerja ini bisa dilakukan oleh Anggota Dewan secara perseorangan maupun secara berkelompok.

Reses adalah merupakan komunikasi dua arah antara legislatif dengan konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala merupakan kewajiban anggota DPRD untuk bertemu dengan konstituennya secara rutin pada setiap masa reses.

Baca Juga:  Gelar Silaturahmi Polda Kalsel Bersama Rekan Wartawan

Tujuan reses adalah menyerap dan menindaklanjuti aspirasi konstituen dan pengaduan masyarakat guna memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada konstituen di Dapil sebagai perwujudan perwakilan rakyat dalam  pemerintahan.

Istilah reses di Indonesia lazim dikenal di DPR-RI, sedang bagi DPRD baru tahun PP No. 25 Tahun 2004 ini mencantumkan istilah reses. Meski reses itu masa istirahat, selama masa itu para anggota DPR tetap melaksanakan tugas tugasnya sebagai wakil rakyat diluar gedung DPR-RI. Sedangkan didalam PP No. 1 Tahun 2001 tidak ditemukan istilah reses. Istilah reses ini terdapat dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 162 Tahun 2004 dan PP No 25 Tahun 2004.

Dasar Pelaksanaan Reses antara lain adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU RI No 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan UU RI No  27  Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah.

Reses ini merupakan komunikasi dua arah antara legislatif dengan konstituen (Rakyat/Pemilih) melalui kunjungan kerja secara berkala. Sebenarnya hal ini secara tidak langsung merupakan kewajiban anggota DPR / DPRD untuk bertemu dengan konstituennya secara rutin pada setiap masa reses. Karena dengan reses ini para anggota Dewan bisa menyerap dan menindaklanjuti aspirasi konstituen dan pengaduan masyarakat guna memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada konstituen di Dapil sebagai bentuk perwujudan perwakilan rakyat dalam  pemerintahan.

Baca Juga:  Surat Terbuka Buat Presiden : Selamatkan Kemerdekaan Pers Indonesia

Kalau pelaksana reses DPRD biasanya dilaksanakan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD dengan difasilitasi oleh Sekretariat DPRD-Nya. Dan para peserta reses tersebut melibatkan seluruh elemen masyarakat antara lain, Camat, TNI/Polri, Organisasi Politik, Tokoh Masyarakat / Tokoh Pemuda, Tokoh Agama, LSM, OKP, Pimpinan Puskesmas, Dinas Jawatan, Lurah/Kades/Perangkat Desa dan Kepala Dusun, serta Kelompok Masyarakat lainnya.

Kegiatan reses sekurangnya meliputi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut, Rapat Pimpinan dan atau Badan Musyawarah penyusunan jadwal pelaksanaan dan tempat tujuan reses; Penjelasan pelaksanaan reses oleh Pimpinan dan Sekretariat DPRD; Pelaksanaan Reses; dan Rapat Paripurna pelaporan hasil reses. 

Anggota DPR/ DPRD secara perorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses sebagaimana ketentuan Pasal 64 ayat (6) PP No 16 Tahun 2010, kemudian disampaikan kepada pimpinan DPR/ DPRD dalam rapat Paripurna.

Untuk DPRD biasanya jika laporan perseorangan dan atau kelompok, dihimpun dan direkapitulasi menjadi laporan per kecamatan. Laporan disampaikan oleh perwakilan kecamatan. Sedangkan untuk biaya kegiatan reses didukung pada belanja penunjang kegiatan pada Sekretariat DPRD. Dana yang tersedia pada penunjang kegiatan reses pada prinsipnya adalah untuk dipertanggungjawabkan, bukan hanya untuk dilaksanakan apalagi untuk dihabiskan. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan yang didukung dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah. Pengeluaran biaya hanya dapat digunakan untuk tujuan sebagaimana yang tersedia dalam anggaran Sekretariat DPRD. Di luar hal tersebut dapat dikategorikan menyalahi anggaran sebagaimana ketentuan Pasal 53 dan 61 PP No 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Baca Juga:  Plh. Pasipers Kodim 1002/HST Lepas Calon Secata PK Gel II Ta. 2022

Oleh karena itu kami mengharapkan para anggota DPR/ DPRD yang memaksakan reses tersebut harus benar-benar melaksanakan kegiatan ini dengan benar serta penuh tanggung jawab, sehingga bisa menyerap dan menindaklanjuti aspirasi konstituen dan pengaduan masyarakat guna memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada konstituen di Daerah Pemilihan masing masing sebagai wujud perpanjang tanganan dari aspirasi konstituennya.

Selain masa reses ada juga yang istilah dengan masa sidang. Hal ini adalah masa dimana DPR bekerja di dalam gedung DPR. Pada masa ini, berbagai aktivitas dilakukan Anggota Dewan di dalam kompleks gedung Senayan, mulai dari kegiatan rapat-rapat dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi (membentuk/membuat UU), fungsi anggaran (penetapan APBN), dan fungsi pengawasan yang melibatkan rapat-rapat dengan pemerintah, sampai dengan kegiatan menerima dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik yang datang langsung ke DPR secara individu maupun berkelompok (termasuk para demonstran). ###





Tinggalkan Balasan

Scroll to Top